Rencana Implementasi PSAK 71 di Indonesia

20 September 2019 IFRS9/PSAK55

IFRS 9 atau PSAK 71 terdiri atas 3 bagian (1) klasifikasi dan pengukuran instrumen keuangan (2) penentuan provisi kredit atau impairment dan (3) akuntansi lindung nilai atau hedge accounting. Pada umumnya tantangan bagi bank adalah masalah penentuan impairment akibat: (1) keterbatasan data (2) kompleksitas perhitungan impairment dan (3) interpretasi dari kapan satu kredit lancar (menggunakan 12-month PD), kredit dinilai mulai bermasalah dan kemudian macet (menggunakan life-time PD). Lantas bagaimana menentukan penyesuaian ‘forward looking’ atas 12-month PD dan life time PD menggunakan model makro ekonomi agar bank dapat menentukan PD untuk semua segmen kredit. Kompleksitas berikutnya adalah menentukan EAD dan LGD juga dengan penyesuaian selama 12 bulan kedepan menggunakan berbagai skenario krisis, sehingga bank dapat menentukan provisi kredit atas dasar formula EL tersebut diatas.

Falsafah dasar Provisi Kredit

Bank memberikan kredit pada berbagai segmen seperti korporasi, komersial SME, Mikro, konsumer dsb. Sebagai bagian dari proses kredit, bank dapat menggunakan sistem rating (untuk segmen korporasi, komersial) atau scoring (untuk segmen SME, Mikro, Consumer, Card) sebagai alat bantu membuat keputusan kredit. Kemudian sebagian dari kredit tersebut berpotensi menjadi bermasalah, maka bank perlu membuat suatu model untuk memprediksi PD (Probability of default). Lantas sebagian dari kredit tersebut berpotensi menjadi macet dan perlu dilakukan hapus buku, maka bank perlu membuat model EAD (Exposure at default dan LGD (Loss given default). Oleh karena berbagai potensi tadi, bank perlu membentuk provisi kredit atas dasar expected loss (EL) dengan formula: EL = PD * EAD * LGD.

Ketentuan Basel II dan IFRS 9 tentang model PD

Menurut BCBS – Basel II (International Convergence of Capital Measurement and Capital standards – A Revised Framework, Comprehensive Version June 2016), dalam menghitung kebutuhan modal untuk menutup risiko kredit, bank dapat menggunakan model standar (SA), Internal Rating Based Foundation (F-IRB) dan Internal Rating Based Advance (A-IRB). Pada perhitungan dengan F-IRB dan A-IRB, digunakan sistem rating internal yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi 12-month PD dengan metode ‘through the cycle’, sedang pada IFRS 9 menggunakan metode ‘point in time’ PD, jadi diperlukan penyesuaian bagi bank yang sudah menggunakan model F-IRB atau A-IRB sesuai Basel II (yang biasa diadopsi oleh POJK). Selanjutnya bagi bank yang sudah menggunakan model A-IRB, bank tersebut dinilai mampu menentukan EAD dan LGD sebagai bahan dasar perhitungan impairment pada IFRS 9.

Tantangan Penerapan PSAK 71

Masalah utama bagi perbankan Indonesia, Jarang ada bank yang sudah mengimplementasikan rating internal yang sudah dinilai baik oleh otoritas OJK, karena sampai saat ini regulasi OJK sesuai POJK No 11 /POJK.03/2016 mengenai KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) Bank Umum, Bank hanya wajib menentukan kebutuhan modal untuk risiko kredit menggunakan model standar (SEOJKNo 42 /SEOJK.03/2016). Model SA tidak mengharuskan bank menggunakan rating internal, tapi menggunakan rating dari perusahaan pemeringkat yang diakui OJK, bahkan bank boleh menggunakan opsi unrated dan menetapkan bobot risiko 100%. Pada POJK No 11 /POJK.03/2016 tersebut, bank memang dapat menggunakan model F-IRB atau A-IRB bank tapi harus memperoleh persetujuan dari OJK terlebih dahulu (pasal 34). Namun belum ada regulasi POJK atau SEOJK yang mengatur tata cara menghitung modal dengan metode F-IRB maupun A-IRB. 

Implisit pada POJK pasal 34 mengenai KPMM, Bank yang berniat menggunakan metode F-IRB dan A-IRB harus menunjukan pada otoritas bahwa bank memang mempunyai sistem rating internal yang baik, dan mampu menghitung PD, EAD dan LGD dengan benar. Kalau belum ada sistem rating internal, bank akan sulit menentukan 12-month PD apalagi life time PD yang memerlukan penggunaan antara lain model aktuaria semacam term structure model. Juga karena belum ada regulasi yang mengharuskan bank menggunakan A-IRB, kebanyakan bank belum terbiasa menggunakan model untuk menggunakan rating internal, menghitung 12-month EAD dan 12-month LGD beserta permodalan ‘forward looking’ nya. 

Satu tantangan besar memang mengingat rencananya IFRS 9 atau PSAK 71 akan mulai berlaku 1 Januari tahun 2020.