Dibalik Ketentuan APU-PPT dan Monitoring Transaksi

POJK mengenai APU-PPT -atau lebih dikenal sebagai Anti pencucian uang (Anti Money Laundering) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (Counter Terrorism Financing)- belakangan ini kembali menjadi isu hangat setelah sejumlah bank global di berbagai belahan dunia terkena sanksi denda dengan jumlah yang cukup fantastis. Untuk wilayah Asia, Sebuah Global bank cabang Spanyol sempat terkena denda karena pegawainya dituduh membantu menyediakan sarana lalu lintas dana hasil pencucian uang. Di kasus lainnya, MAS, regulator keuangan Singapura, menutup serta mengenakan denda sebesar SGD 1.3 juta pada Falcon Bank dan membebankan denda masing-masing SGD 1 juta untuk dua bank disana, dengan tuduhan turut serta dalam pencucian uang hasil kejahatan yayasan 1MDB. Di Eropa, BNP Paribas didenda USD 8.9 milyar karena dituduh melaksanakan transaksi dengan negara Iran (yang termasuk dalam daftar sanksi). Selain itu, Deutsche Bank juga didenda (lagi) USD 7.2 milyar karena dituduh membantu debitur membuat perusahaan cangkang di Panama. Masih ada banyak Bank global lainnya yang terkena denda akibat melanggar ketentuan terkait APU-PPT, termasuk diantaranya beberapa global bank di Amerika dan Australia.
Regulasi APU PPT
Ketentuan terkait APU-PPT sebenarnya bukan sekedar masalah Risiko anti pencucian uang dan risiko pendanaan terorisme, tapi menurut laporan survey Index Persepsi Publik Indonesia (IPP) APU-PPT 2018, juga meliputi risiko radikalisme, risiko pendanaan proliferasi senjata pemusnah masal dan risiko politik uang dan pelanggaran dana kampanye. Selain itu, para pihak juga harus mematuhi ketentuan mengenai kebijakan sanksi yang dibuat oleh Amerika Serikat (US Sanctions), PBB (UN Sanctions) dan Eropa (EU Sanctions), dimana Bank dilarang turut serta dalam transaksi dengan negara-negara yang terkena sanksi pengucilan seperti Iran, Korea Utara, Sudan, Syria dan lainnya.
Denda atau sangsi lain dapat dikenakan apabila bank ketahuan tidak patuh pada ketentuan APU-PPT dan sangsi tersebut. Otoritas dapat saja membukukan rekening para pihak yang ketahuan terlibat pada aksi terkait ketidakpatuhan pada aturan APU-PPT. Masalahnya, Bank dapat saja lalai atau dengan sengaja melanggar aturan demi menghasilkan laba. Tetapi, dalam beberapa kasus, Bank juga dapat tidak menyadari adanya pelanggaran karena kecanggihan pihak yang bertransaksi, sehingga Bank tidak dapat melihat adanya potensi pelanggaran tersebut.
Monitoring Transaksi
Pelaksanaan ketentuan mengenai APU-PPT di berbagai wilayah yurisdiksi seringkali tidak berjalan dengan benar, sehingga monitoring transaksi pada berbagai lokasi cabang menjadi tantangan tersendiri bagi bank global. Sebenarnya, sangatlah penting bagi Bank untuk mengetahui dengan benar siapa beneficiary riil dari suatu transaksi keuangan agar Bank tetap dapat menjaga kepatuhan pada aturan APU-PPT, khususnya terkait ketentuan mengenai sanctions. Dengan perkembangan sistem pembayaran saat ini, tidak mudah melaksanakan tugas tersebut.
Bank yang memberikan kredit korporasi atau komersial juga harus memastikan bahwa debitur memang benar patuh pada aturan APU-PPT dan ketentuan sanksi, dan melaksanakan sendiri proses penyaringan debitur, khususnya transaksi dengan pihak yang dilarang. Debitur yang melanggar ketentuan ini dapat merusak relasinya dengan pihak Bank, dimana transaksi dapat dibekukan pihak Bank dan debitur dapat terkena tuduhan pidana dan denda besar. Selain itu, perusahaan debitur juga wajib memiliki kebijakan dan SOP terkait APU-PPT dan sanctions, serta proses kontrol internal yang memadai untuk mengawasi transaksi keuangan perusahaan.
Sebagai tambahan, rassanya perlu ditambahkan pada Perjanjian Kredit bahwa kredit dapat saja di jatuh-tempokan seketika apabila debitur ketahuan melakukan transaksi terlarang. Dalam kata lain, debitur tidak dapat begitu saja mengandalkan pihak Bank untuk dapat menyaring transaksi yang dilarang. Debitur sendiri bertanggung-jawab menyaring transaksi mereka agak tidak kecololongan dan tidak gagal dalam memenuhi aturan APU-PPT dan ketentuan sanctions. Rasanya bank sendiri perlu memastikan bahwa perusahaan debitur memiliki kebijakan dan SOP terkait APU-PPT dan melaksanakannya dengan benar.
Bank sendiri tentunya juga harus terus menyempurnakan kebijakan, SOP dan kontrol internal yang ada sesuai perkembangan teknologi, dan melakukan monitoring transaksi secara baik, penggunaan sistem yang memadai; atau apabila perlu, mengganti sistem penyaringan data agar dapat senantiasa terbebas dari bahaya tidak patuh pada ketentuan dan potensi dampak yang menyertainya.